JAKARTA - Pada 28 Juli 2025, pemerintah Indonesia mengundangkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 51 dan 52 Tahun 2025, yang mulai berlaku pada 1 Agustus 2025. Kebijakan baru ini berfokus pada pengaturan pajak penghasilan (PPh) dalam transaksi emas, terutama emas batangan dan bullion. Tujuan utama dari perubahan ini adalah untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan kemudahan dalam administrasi pajak sektor emas, serta menanggulangi tumpang tindih pajak.
Poin Penting PMK Nomor 51 Tahun 2025: Pengaturan PPh Pasal 22
Salah satu poin utama dalam PMK Nomor 51 Tahun 2025 adalah perubahan dalam pengenaan PPh Pasal 22 atas transaksi emas batangan. Dalam peraturan ini, Lembaga Jasa Keuangan (LJK) berizin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjadi pihak yang memungut PPh Pasal 22 atas pembelian emas batangan dari supplier. Supplier emas sendiri tidak lagi memungut pajak ini pada saat penjualan emas batangan ke bank bullion.
Sebelumnya, dalam PMK 48 Tahun 2023 dan PMK 81 Tahun 2024, baik supplier maupun LJK bullion sama-sama memungut PPh Pasal 22 atas transaksi tersebut, yang menyebabkan tumpang tindih pajak. Kebijakan baru ini bertujuan untuk menyederhanakan dan mengurangi beban pajak yang harus dibayar oleh konsumen dan pelaku usaha.
Poin Penting PMK Nomor 52 Tahun 2025: Penyesuaian dan Pengecualian Pajak
PMK Nomor 52 Tahun 2025 lebih fokus pada pengecualian pemungutan PPh Pasal 22 pada beberapa transaksi emas batangan. Pasal 5 dalam PMK ini menyatakan bahwa pengusaha emas perhiasan atau pengusaha emas batangan tidak perlu memungut PPh Pasal 22 atas penjualan emas kepada beberapa pihak tertentu.
Pihak-pihak yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 antara lain konsumen akhir, wajib pajak yang dikenakan PPh final, serta wajib pajak yang memiliki Surat Keterangan Bebas (SKB). Pengecualian ini tentunya bertujuan untuk mempermudah administrasi pajak dan mendorong partisipasi masyarakat dalam berinvestasi emas.
Dampak Aturan Pajak Emas Terbaru Bagi Konsumen
Bagi konsumen akhir, aturan pajak emas terbaru membawa keuntungan signifikan. Untuk pembelian emas dengan nilai di bawah Rp10 juta, konsumen tidak akan dikenakan PPh Pasal 22. Hal ini berarti, konsumen hanya perlu membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1,1% dari harga emas yang dibeli. Kebijakan ini memberikan kemudahan bagi masyarakat kecil dan menengah untuk berinvestasi emas tanpa dibebani pajak tambahan yang memberatkan.
Selain itu, pengecualian PPh Pasal 22 juga membuat perbandingan harga emas antar penjual menjadi lebih transparan dan jelas. Masyarakat tidak perlu lagi bingung soal pajak yang disertakan dalam harga emas, sehingga lebih mudah membuat keputusan pembelian.
Dampak Bagi Pedagang Emas dan Pabrikan
Bagi pedagang dan pabrikan emas, perubahan ini membawa simplifikasi dalam administrasi pajak. Sebelumnya, pedagang emas wajib memungut PPh Pasal 22 dari konsumen, namun kini kewajiban tersebut beralih ke LJK bullion. Dengan demikian, pedagang emas tidak perlu lagi memungut pajak tersebut, yang pada akhirnya akan mengurangi biaya operasional.
Selain itu, harga jual emas menjadi lebih kompetitif. Tanpa adanya tambahan pajak, pedagang dapat menawarkan harga yang lebih terjangkau kepada konsumen, yang diharapkan dapat meningkatkan penjualan emas di pasar domestik.
Dampak Bagi UMKM Emas dan Perhiasan
UMKM yang bergerak di bidang emas dan perhiasan juga akan merasakan dampak positif dari aturan pajak terbaru ini. UMKM yang sebelumnya dibebani oleh PPh Pasal 22, kini dapat berjualan tanpa khawatir ada pajak berlapis. Ini tentu saja akan meningkatkan daya saing produk UMKM karena harga jual yang lebih rendah.
Keuntungan lainnya, produk perhiasan emas yang diproduksi oleh UMKM bisa lebih terjangkau dibandingkan produk impor, yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan sektor UMKM di Indonesia. Produk perhiasan emas lokal yang lebih kompetitif akan lebih diminati oleh konsumen.
Dampak Bagi Lembaga Jasa Keuangan (LJK Bulion)
LJK bullion kini memiliki peran baru sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi pembelian emas batangan. Setiap pembelian emas batangan melalui LJK bullion akan dikenakan pajak sebesar 0,25% dari harga pembelian. PPh ini akan menjadi kredit pajak bagi supplier emas, yang bisa mengurangi pajak terutang mereka di akhir tahun.
Kepercayaan publik terhadap LJK bullion juga akan meningkat, mengingat hanya lembaga yang berizin dari OJK yang bisa memungut pajak ini. Hal ini menjadikan transaksi emas lebih aman dan transparan, serta mendorong masyarakat untuk berinvestasi emas melalui jalur resmi.
Dampak Bagi Negara: Penerimaan Pajak dan Investasi Emas
Bagi negara, penerapan aturan pajak emas yang baru ini tetap menjaga penerimaan pajak dengan basis pajak yang lebih luas. Kemudahan regulasi ini juga berpotensi untuk meningkatkan investasi emas formal, karena masyarakat cenderung memilih untuk membeli emas melalui jalur resmi yang telah diatur oleh LJK bullion dan pasar emas digital.
Selain itu, penerapan kebijakan ini juga bertujuan untuk mengurangi transaksi emas melalui jalur informal yang sulit dipantau dan diawasi. Dengan demikian, negara dapat memastikan bahwa transaksi emas di pasar domestik berjalan secara transparan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.