Teknologi MRO dan ESG Perkuat Transformasi Pertambangan Berkelanjutan

Kamis, 18 September 2025 | 09:31:17 WIB
Teknologi MRO dan ESG Perkuat Transformasi Pertambangan Berkelanjutan

JAKARTA - Perubahan iklim, suhu ekstrem, hingga erosi menjadi tantangan yang terus membayangi sektor pertambangan dan migas di Indonesia. Tekanan global agar industri ekstraktif lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan membuat inovasi teknologi sekaligus penerapan standar keberlanjutan menjadi kunci. 

Dua pendekatan yang kini banyak dibicarakan adalah penggunaan teknologi MRO (maintenance, repair, and overhaul) serta integrasi Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam operasional pertambangan.

Di lini teknologi, Henkel hadir dengan solusi komprehensif yang mendukung efisiensi industri berkelanjutan. Sementara itu, dari sisi praktik lapangan, Harita Nickel menjadi contoh nyata bagaimana prinsip ESG diterapkan secara konsisten pada aktivitas pertambangan.

Solusi Teknologi Henkel untuk Industri Berat

Henkel, melalui divisi Adhesive Technologies, menekankan pentingnya inovasi MRO sebagai cara memperpanjang umur aset tambang dan migas. Jimmy Purnama, Country Business Head Indonesia untuk General Manufacturing and Maintenance, menyebutkan bahwa teknologi ini dirancang menghadapi berbagai tantangan operasional, termasuk suhu ekstrem, abrasi, erosi, serta benturan kuat.

“Dengan pendekatan ini, kami ingin mendukung perusahaan tambang dan migas mengurangi potensi kerugian akibat berhentinya produksi, sekaligus menjaga keselamatan kerja dan keandalan operasional,” ujar Jimmy, Rabu (17 September 2025).

Solusi Loctite MRO memungkinkan aset industri yang mengalami degradasi akibat korosi, seperti pipa proses, pipa transmisi, dan tangki, kembali digunakan hanya dalam hitungan jam. Selain itu, teknologi ini aman bagi pekerja dan terbukti memperpanjang usia pakai peralatan.

Henkel juga menegaskan bahwa pemakaian teknologi MRO tidak sekadar soal efisiensi teknis. Dengan mengurangi limbah dan menekan konsumsi energi, solusi tersebut mendukung visi global perusahaan mencapai net zero pada 2045.

“Hal ini sekaligus mendukung upaya pemerintah dalam mendorong efisiensi industri dan transisi menuju operasi yang lebih berkelanjutan,” lanjut Jimmy.

ESG: Standar Baru Industri Pertambangan

Selain teknologi, transformasi pertambangan juga sangat dipengaruhi oleh implementasi ESG (Environmental, Social, and Governance). Konsep ini sudah tidak lagi dianggap sebagai slogan, melainkan syarat mutlak untuk keberlangsungan bisnis.

Praktik ESG terlihat nyata di Harita Nickel, anak usaha Harita Group, yang beroperasi di Pulau Obi, Maluku Utara. Keberadaan perusahaan ini sejalan dengan kebijakan pemerintah terkait hilirisasi mineral sejak diberlakukannya UU Minerba 2009 yang melarang ekspor bahan mentah.

Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Hendra Gunawan, menyebut Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar dunia, mencapai 5,3 miliar ton ore cadangan dan 18,5 miliar ton ore sumber daya. “Ini peluang dan tantangan dalam upaya transisi energi,” ujarnya dalam sebuah diskusi.

Harita Nickel dan Komitmen Keberlanjutan

Sebagai bagian dari proyek strategis nasional, Harita Nickel menegaskan konsistensinya menjalankan pertambangan berstandar ESG. Dindin Makinudin, Community Affairs General Manager Harita Nickel, menyebut bahwa prinsip ESG diterapkan optimal agar manfaat sumber daya alam bisa dirasakan masyarakat sekaligus menjaga lingkungan tetap lestari.

“ESG kini jadi pertimbangan dalam keputusan berinvestasi,” ungkap Dindin, merujuk pada perhatian lembaga keuangan terhadap perusahaan yang mampu menjaga keberlanjutan.

Penerapan ESG di Harita Nickel mencakup berbagai aspek:

Reklamasi lahan tambang untuk memulihkan ekosistem.

Sediment pond (kolam pengendapan) sebagai upaya pengelolaan lingkungan.

Audit independen IRMA (Initiative for Responsible Mining Assurance) guna memastikan praktik pertambangan bertanggung jawab.

Pemberdayaan ekonomi lokal, termasuk pelatihan dan dukungan usaha masyarakat di Pulau Obi.

Sinergi Teknologi dan Keberlanjutan

Jika Henkel menitikberatkan pada inovasi teknologi MRO untuk mengurangi downtime dan meningkatkan efisiensi energi, maka Harita Nickel mencontohkan penerapan langsung ESG di lapangan. Keduanya memperlihatkan bahwa masa depan industri pertambangan tidak bisa lagi hanya mengandalkan produksi, tetapi harus menggabungkan keberlanjutan, keselamatan, dan efisiensi.

Dengan semakin ketatnya aturan global dan meningkatnya ekspektasi publik, kombinasi teknologi ramah lingkungan dan praktik pertambangan hijau akan menjadi standar baru. Hal ini tidak hanya menjaga reputasi perusahaan, tetapi juga menarik investor yang kini semakin selektif terhadap aspek ESG.

Menuju Masa Depan Pertambangan Hijau

Indonesia yang kaya sumber daya mineral memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam transisi energi. Namun, peluang ini datang dengan tantangan berat: bagaimana menjaga produksi tetap kompetitif sambil meminimalkan dampak lingkungan.

Inovasi dari Henkel melalui MRO Loctite dan komitmen Harita Nickel terhadap pertambangan berstandar ESG memberikan gambaran jelas tentang arah baru sektor ini. Pertambangan bukan lagi semata-mata soal menggali hasil bumi, tetapi juga tentang bagaimana melakukannya dengan bertanggung jawab, efisien, dan berkelanjutan.

Jika teknologi, regulasi, dan praktik terbaik terus berjalan seiring, maka visi pertambangan hijau bukan sekadar wacana, melainkan kenyataan yang menopang transisi energi global.

Terkini