JAKARTA - Mulai September 2025, masyarakat peserta BPJS Kesehatan akan menghadapi perubahan besar dalam sistem layanan kesehatan nasional. Pemerintah resmi menghapus sistem kelas rawat inap 1, 2, dan 3, lalu menggantinya dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Transformasi ini bertujuan menciptakan layanan kesehatan yang lebih adil dan merata untuk seluruh peserta.
Namun, bersamaan dengan penerapan KRIS, masyarakat juga diingatkan agar memahami bahwa tidak semua penyakit maupun tindakan medis ditanggung oleh BPJS. Ada sejumlah batasan yang telah ditetapkan dalam aturan, sehingga peserta perlu mempersiapkan diri jika menghadapi kondisi tertentu di luar cakupan jaminan.
Daftar 21 Penyakit dan Layanan yang Tidak Ditanggung
Meski memberikan perlindungan luas, BPJS Kesehatan memiliki aturan tegas mengenai penyakit dan pelayanan yang tidak ditanggung. Hal ini merujuk pada ketentuan dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Berikut adalah 21 jenis penyakit, tindakan medis, maupun layanan yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan:
Penyakit akibat wabah atau kejadian luar biasa.
Layanan kecantikan dan estetika, misalnya operasi plastik.
Perawatan gigi tertentu seperti pemasangan behel.
Penyakit akibat tindak pidana, termasuk kekerasan seksual atau penganiayaan.
Penyakit atau cedera akibat usaha bunuh diri atau menyakiti diri sendiri.
Penyakit akibat alkohol atau ketergantungan obat.
Pengobatan mandul atau infertilitas.
Penyakit atau cedera dari perkelahian atau tawuran.
Pelayanan kesehatan di luar negeri.
Pengobatan atau tindakan medis yang masih bersifat eksperimen.
Pengobatan tradisional atau alternatif yang belum terbukti medis.
Alat kontrasepsi.
Perbekalan kesehatan rumah tangga.
Pelayanan yang tidak sesuai aturan (misalnya rujukan atas permintaan sendiri).
Perawatan di fasilitas kesehatan nonmitra BPJS (kecuali darurat).
Penyakit akibat kecelakaan kerja yang sudah ditanggung program lain.
Pelayanan kesehatan akibat kecelakaan lalu lintas yang sudah dijamin program wajib.
Layanan terkait Kementerian Pertahanan, TNI, atau Polri.
Pelayanan kesehatan dalam kegiatan bakti sosial.
Layanan kesehatan yang sudah ditanggung oleh program lain.
Pelayanan yang tidak berkaitan dengan jaminan kesehatan.
Daftar ini menegaskan bahwa BPJS berfungsi untuk perlindungan kesehatan mendasar, sementara layanan di luar ketentuan perlu ditanggung secara pribadi atau oleh asuransi tambahan.
Perubahan Skema Iuran Setelah KRIS Berlaku
Selain aturan mengenai penyakit yang tidak ditanggung, perubahan signifikan juga hadir pada sistem pembayaran iuran. Dengan penghapusan kelas 1, 2, dan 3 mulai September 2025, iuran peserta akan disesuaikan mengikuti standar KRIS.
Sebelum aturan baru berlaku, berikut gambaran skema iuran berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022:
Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI): iuran ditanggung penuh oleh pemerintah.
Pekerja Penerima Upah (PPU) di instansi pemerintah: iuran 5% dari gaji, dibagi 4% pemberi kerja dan 1% pekerja.
PPU di BUMN, BUMD, dan swasta: skema sama dengan PPU instansi pemerintah.
Keluarga tambahan PPU (anak ke-4 ke atas, orang tua, mertua): 1% dari gaji per orang per bulan.
Peserta mandiri (PBPU/Bukan Pekerja): Rp42.000/bulan untuk kelas III, Rp100.000/bulan untuk kelas II, Rp150.000/bulan untuk kelas I.
Untuk peserta kelas III, pemerintah masih memberikan subsidi sebagian iuran.
Meski begitu, Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menegaskan bahwa penerapan KRIS akan memunculkan penyesuaian. Saat ini ada delapan skenario iuran yang sedang dikaji bersama pemerintah. Hasil kajian ini akan menentukan besaran iuran baru yang berlaku secara nasional.
Dampak Perubahan Bagi Peserta
Penerapan KRIS diharapkan bisa menghapus kesenjangan layanan kesehatan yang selama ini kerap muncul antara kelas 1, 2, dan 3. Dengan standar yang sama, fasilitas rawat inap di seluruh rumah sakit akan memiliki kualitas yang lebih merata, baik dari sisi ruang, fasilitas, maupun pelayanan.
Namun, peserta juga harus menyadari adanya batasan jaminan, terutama terkait penyakit yang tidak ditanggung. Hal ini penting agar masyarakat bisa mengantisipasi kebutuhan biaya tambahan, terutama bagi yang memiliki riwayat penyakit tertentu atau membutuhkan layanan kesehatan di luar cakupan BPJS.
Selain itu, perubahan skema iuran berpotensi memengaruhi perencanaan keuangan rumah tangga. Oleh karena itu, peserta perlu mengikuti perkembangan regulasi terbaru agar tidak ketinggalan informasi mengenai besaran iuran setelah KRIS berlaku.
Bijak Mengatur Keuangan dan Kesehatan
Memahami aturan BPJS Kesehatan secara menyeluruh menjadi kunci agar masyarakat tidak salah langkah. Dengan mengetahui daftar layanan yang tidak ditanggung, peserta dapat menyiapkan strategi lain, seperti menabung khusus untuk biaya medis tertentu atau mempertimbangkan asuransi kesehatan tambahan.
Selain itu, dengan adanya transformasi menuju KRIS, diharapkan kualitas layanan kesehatan semakin merata tanpa perbedaan kelas. Harapannya, perubahan ini bisa meningkatkan kepuasan peserta sekaligus memperkuat sistem jaminan kesehatan nasional di Indonesia.
Dengan informasi terbaru ini, masyarakat diingatkan untuk lebih bijak dalam mengatur keuangan, memahami batasan layanan, sekaligus memanfaatkan sepenuhnya manfaat yang ditawarkan BPJS Kesehatan.